Kamis, 03 Mei 2012

Sukarno: Paradoks Revolusi Indonesia

Jejak Langkah Putra Sang Fajar
6 Juni 1901
Sukarni dilahirkan di Surabaya dari pasangan Ida Ayu Nyoman Rai Srimben (asal Singaraja, Bali) dan Raden Soekemi Sosrodihardjo (Probolinggo, Jawa Timur). Setelah pindah sebentar ke Sidoarjo, keluarga Soekemi menetap di Mojokerto, Jawa Timur dan Sukarno mulai bersekolah di sekolah dasar zaman Belanda hingga kelas lima. Lalu, ia melanjutkan pendidikan ke Europeesche Lagere School (ELS), sekolah Eropa berbahasa Belanda, di Surabaya.
1915:
Masuk Hoogere Burger School (HBS), sekolah menengah Belanda, dan ikut di rumah Tjokroaminoto, Ketua Sarekat Islam. Di situ, dia berkenalan dengan tokoh-tokoh senior pergerakan dan memulai proses magang politik. Kenyataan bahwa ia berhasil menyelesaikan HBS dalam lima tahun, dengan semua kegiatan sampingannya, membuktikan ia murid yang cerdas.
21 Januari 1921:
Artikel Sukarno yang pertama terbit di halaman depan koran Oetoesan Hindia milik Sarekat Islam. Sukarno belakangan diminta menulis secara lebih teratur menggantikan Tjokro. Tahun ini, Sukarno juga mengawini Oetari Tjokroaminoto, perkawinan pertama Sukarno meski itu merupakan kawin gantung.
Pertengahan 1921:
Diterima sebagai mahasiswa di sekolah tinggi teknik (Technische Hooge School-Institut teknologi Bandung) di jurusan teknik sipil.
1923:
Menikahi Inggit Garnasih, janda berusia 12 tahun lebih tua dan induk semangnya selama ia kuliah di Bandung. Menurut penulis biografinya, "Inggit adalah satu-satunya wanita Bung Karno yang memberi tanpa pernah meminta." Inggit memang menjadi sumber inspirasi terbesar Sukarno.
25 Mei 1926:
Mendapatkan gelar insinyur dari THS. Meskipun ia insinyur sipil, minatnya justru arsitektur. Hotel Priangan adalah salah satu karyanya.
4 Juni 1927:
Mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) di Bandung yang merupakan gabungan berbagai gerakan kemerdekaan. Programnya: "Merdeka Sekarang Juga". Pada Kongres 1928, gerakan itu memproklamasikan diri sebagai partai, dengan nama baru: Partai Nasional Indonesia.
29 Desember 1929:
Sukarno ditangkap bersama tokoh PNI lain dan dijebloskan ke tahanan Penjara Banceuy. Tuduhannya: merencanakan pemberontakan kepada Belanda.
Pertengahan 1926:
Ikut mendirikan Klub Studi Umum, Bandung, klub diskusi yang berubah menjadi gerakan politik radikal. Terbit artikelnya yang terkenal: "Nasionalisme Islam, dan Marxisme". Gagasan itu menjadi obsesinya hampir sepanjang hayat, bahkan setelah kemerdekaan, dengan gagasan Nasakom-nya.
28 Oktober 1928:
Sumpah Pemuda. Berbagai kelompok pemuda menyatakan "memiliki bangsa, bahasa dan tanah air yang sama: Indonesia." Lagu kebangsaan Indonesia Raya pertama kali diperdengarkan.
Agustus 1930:
Pengadilan Sukarno. Dalam pembelannya yang amat terkenal, "Indonesia Menggugat", ia mengecam penjajahan dan menyerukan perlawanan. Untuk pertama kalinya dia memakai istilah "Marhaen" sebagai ganti kaum buruh (proletar) Indonesia, sebuah upaya untuk mengadaptasi Marxisme di alam Indonesia. Ia juga membantah asumsi hakim yang menyatakan bahwa hanya kekerasan bersenjata alat untuk merebut kemerdekaan. "Tiada lagi senjata yang lebih baik dari jiwa dan apabila sadar dan bangkit membakar hati rakyat, lebih kuat dari seribu bedil, seribu meriam, seribu serdadu dan senjata lengkap," katanya lantang.
1 Agustus 1933:
Sukarno ditangkap untuk kedua kalinya. Sukarno kembali dituduh melakukan kegiatan menyebarkan pikirannya yang revolusioner dan menantang Belanda.
21 November 1933:
Sukarno menyatakan diri keluar dari Partindo. Sukarno bahkan juga telah menulis surat minta ampun kepada pemerintah Belanda dan berjanji menghentikan seluruh aktivitas politiknya.
17 Februari 1934:
Sukarno dibuang ke Ende, Flores.
Februari 1938:
Pengasingan Sukarno dipindahkan ke Bengkulu, tempat dia menjadi guru sekolah Muhammadiyah dan terpikat pemimpin Muhammadiyah setempat, Fatmawati, yang kemudian dikawininya pada 1943.
9 Juli 1942:
Sukarno kembali ke Pulau Jawa dan merebut simpati sebagai pemimpin pergerakan Indonesia di zaman Jepang.
16 April 1943:
Bersama Jepang Sukarno, membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera), yang ternyata dipakai Jepang sebagai pekerja paksa (Romusha). Dia juga menjadi propagandis Jepang melawan Sekutu: "Amerika kita setrika, Inggris kita linggis." Gatot Mangkupradja, teman yang bersamanya dipenjara ppada 1930, diizinkan membentuk Pembela Tanah Air (Peta), cikap bakal tentara Indonesia.
7 September 1943:
Penguasa Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia kelak di kemudian hari (tidak ada batas waktu yang spesifik).
1 Juni 1945:
Dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Sukarno melahirkan istilah Pancasila, yang menjadi dasar negara Indonesia. Rapat itu juga menyepakati Undang-undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia.
16 Agustus 1945:
Sukarno menolak tuntutan pemuda untuk memproklamasikan Indonesia dengan alasan belum mendapat kepastian menyerahnya Jepang dalam perang. Mereka menculik Sukarno dan Hatta dan membawa ke Rangadengklok.
17 Agustus 1945:
Proklamasi Indonesia dibacakan oleh Sukarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia.
18 Agustus 1945:
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersidang dan menetapkan Sukarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai wakilnya. Kelak mereka dikenal dengan Dwitunggal.
14 November 1945:
Kabinet pertama yang baru berusia tiga bulan jatuh, digantikan kabinet kedua dengan bentuk parlementer di bawah Perdana Menteri Sjahrir. Sejak saat itu kabinet selalu jatuh-bangun.
18 September 1948:
Pecah pemberontakan PKI Madiun yang dipimpin Muso, tokoh PKI yang sejak 1920-an mengungsi di Moskow. Lewat radio, Sukarno mengancam, "Hidup bersama Bung Karno atau mati bersama Musso." Pemberontakan itu dikalahkan.
3 November 1945:
Pemerintah mengeluarkan maklumat yang isinya menyukai terbentuknya partai politik dan mengadopsi sistem parlementer.
17 Oktober 1952:
Dikenal sebagai Peristiwa 17 Oktober, ketika sebagian angkatan darat mengarahkan moncong meriamnya ke Istana dan menuntut Sukarno membubarkan parlemen. Mosi yang diajukan Manai Sophiaan dari PNI, untuk menyelidiki seluruh reorganisasi tentara, telah membangkitkan kemarahan angkatan darat.
18 April 1955:
Berlangsung Konferensi Asia Afrika, atas prakarsa Bung Karno. Inilah salah satu prestasi besarnya, konferensi tingkat dunia yang menyatukan aneka ras, warna kulit dan kepentingan di luar perang dingin blok komunis dan Barat.
31 Desember 1956:
Muhammad Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Kabinet yang jatuh-bangun, perpecahan dalam tubuh angkatan darat yang tak henti, dan kekecewaannya terhadap Sukarno yang tak pernah menyelesaikan revolusi sosialnya telah mendorong Bung Hatta menjauhi pusaran kekuasaan.
21 Februari 1957:
Sukarno membekukan sistem Demokrasi Parlementer yang berlangsung sejak 1950 dan menggantinya dengan Demokrasi Terpimpin. Ini menyulut pemberontakan di daerah sehingga kabinet Ali Sastroamidjojo jatuh.
14 Maret 1957:
Sukarno memberlakukan keadaan perang dan darurat perang (SOB) akibat banyaknya pemberontakan militer di daerah. Dua tahun kemudian, ia berhasil menumpas semuanya.
30 November 1957:
Terjadi percobaan pembunuhan terhadap Sukarno. Semua pelaku dihukum mati. Para pelaku diidentifikasi sebagai kelompok antikomunis. Menurut buku karya Mangil, Kolonel Zulkifli Lubis yang bekas wakil KSAD terkait dengan kelompok ini. Sukarno juga terancam percobaan pembunuhan di Makassar dan saat Idul Adha di Jakarta.
5 jULI 1959:
Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya membubarkan Konstituante (DPR Sementara) dan kembali ke Undang-undang Dasar 1945.
17 Agustus 1959:
Sukarno memperkenalkan Manifesto Politik yang oleh MPRS dikukuhkan menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Manipol memuat lima pokok: UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia (USDEK).
30 September 1960:
Di depan Majelis Umum PBB, Sukarno menguraikan Pancasila dan perjuangan membebaskan Irian Barat dalam pidato yang berjudul To Build the World Anew.
1963:
Untuk menandingi Olimpiade yang digelar negara-ngera Barat, Sukarno menggelar pertandingan olahraga internasional Ganefo (Games of New Emerging Forces) di Senayan, Jakarta 10-22 November 1963, yang diikuti 48 negara.
3 Mei 1964:
Karena kebenciannya kepada kolonialisme Inggris di Asia, Sukarno menyerukan "Ganyang Malaysia". Setahun berikutnya, karena terpilihnya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, Indonesia keluar dari PBB dan membentuk Poros Jakarta-Peking.
14 Januari 1965:
Partai Komunis Indonesia mulai melancarkan provokasi dengan tuntutan untuk mempersenjatai buruh dan tani (angkatan kelima). Sukarno belum menanggapinya, tapi angkatan darat dibawah Ahmad Yani menolak dengan tegas.
26 Mei 1965:
Beredar isu "Dokumen Gilchrist" yang menyebutkan adanya dewan jenderal dalam ttubuh angkatan bersenjata untuk mengambil kekuasaan dari Sukarno. Sukarno memanggil para petinggi AD ke istana.
Juli 1965:
Sukarno mulai sakit-sakitan dan D,N Aidit memerintahkan biro khusus PKI menyiapkan gerkan mengantisipasi dampak sakitnya Sukarno.
30 September 1965:
Penculikan dan pembunuhan tujuh Jenderal Angkatan Darat di Jakarta. PKI, yang memperoleh perlindungan Sukarno, dituding sebagai biang keladinya.
14 Oktober 1965:
Mayor Jenderal Soeharto dilantik sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat dan segera membekukan kegiatan PKI dan ormas-ormasnya. Sukarno menolak bertindak tegas terhadap PKI.
11 Maret 1966:
Dengan helikopter, Sukarno terbang ke Istana Bogor setelah mendengar Istana dikepng pasukan tak dikenal. Disanalah dia menandatangani Supersemar, yang isinya menyerahkan wewenang pengandalian keamanan kepada Mayjend Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu demi memulihkan keamanan dan menjaga ajaran Sukarno. Ternyata ada tiga versi surat, yakni versi Sekretariat Negara, versi Museum Arsip Nasional, dan yang berkembang dalam masyarakat.
20 Juni 1966:
Sidang Umum ke-4, MPRS di Jakarta antara lain menetapkan jika Presiden berhalangan tetap, pengemban Supersemar, yakni Soeharto, menjadi presiden.
21 Januri 1967:
Pidato pertanggungjawaban Sukarno pada 10 Januari 1967, Nawaksara, ditolak MPRS dan DPRGR menyimpulkan ada petunjuk Sukarno terlibat dalam peristiwa 30 September.
22 Februari 1967:
Sukarno diberhentikan dari jabatan presiden digantikan Jenderal Soeharto.
21 Juni 1970:
Sukarno wafat di Istana Bogor setelah menderita sakit yang lama di Wisma Yaso, Jakarta. Jenasah Soekarno dimakamkan di Blitar. Hingga akhir hayatnya, Sukarno tidak pernah diadili karena tuduhan pro-PKI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar