Kamis, 10 Mei 2012

SEJARAH PENDIDIKAN NASIONAL: Dari Masa Klasik Hingga Modern

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN MASA MATARAM LAMA dan MAJAPAHIT
A. Pendidikan Masa Mataram Lama
Perkembangan pendidikan dan pengajaran di Mataram Lama dapat dikemukakan karena berita-berita dari Tiongkok yang mengatakan bahwa sebelum Sanjaya telah ada kebudayaan Hindu. Sungguhpun Mataram pada waktu itu belum mencapai puncaknya kekuasaan, ada seorang raja putri dan ada suatu sekolah agama Buddha, yang dipimpin oleh seorang Jawa bernama Janabadra dan terkenal di seluruh dunia.
Agama Buddha yang diajarkan di Mataram Lama adalah Hinayana. Agama Buddha Mahayana datang di Jawa baru abad ke-8. Selain pelajaran agama, yang tercantum dalam Veda-Veda dan Upanischad mungkin sekali para siswa mempelajari kepustakaan Hindu, seperti Mahabarata dan Ramayana. Hal ini teridentifikasi dengan keberadaan tembok candi Prambanan yang dihias riwayat Sri Rama secara lengkap.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan itu, dapat dibayangkan pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh para guru (brahmana) kepada para siswa sebagai berikut:
1. agama Buddha atau Brahma
2. Kepustakaan (literatur) Mahabarata dan Ramayana
3. Filsafah dan kesusilaan (etika).
4. Kesenian, seni bangunan, seni lukis, dan seni pahat.
5. Ketuhanan (religi), seperti yang terbentang dalam Bhadgavad Githa.
6. Kenegaraan, seperti yang terbentang dalam Hastabrata.
7. Ilmu bangunan (bouwkunde) yang memungkinkan didirikannya candi-candi yang begitu besar.
8. Ilmu pasti dan ilmu alam, yang memungkinkan diadakannya perhitungan-perhitungan mengenai pembangunan candi-candi.
*
Tidak menyimpang dari kebenaran jika diuraikan bahwa pendidikan pada masa itu teratur baik dan bahwa pendidikan mengutamakan soal budi pekerti atau kesusilaan. Dibawah pemerintahan Sanjaya, Mataram mengalami kemakmuran yang tinggi. Diceritakan dalam sejarah, tidak terjadi tindakan kriminal, misalnya kantong berisi uang, yang terletak di tepi jalan berbulan-bulan tidak diambil orang. Disiplin kebatinan mendalam di sanubari rakyat Mataram Lama.
Perlu ditambahkan bahwa dalam zaman ini kepustakaan Jawa Kuno telah berkembang. Menurut Dr Stuterheim, Candi Sari dan Palosan mungkin sekali merupakan tempat penyimpanan buku-buku suci. Salah seorang guru bernama Wicawamitra, terhadap brahmana ini dikatakan, bahwa dia begitu tinggi keahliannya tentang sastra, berkenan memberi pelajaran di sekolah rendah (Bradjanagara, 1956: 17-19).
Pada zaman Erlangga, kebudayaan mendapat perhatian pada masa itu. Maka, terbitlah buku Arjuna Wiwaha yang dikarang oleh Mpu Kanwa dan kitab Mahabarata yang berbahasa Sansekerta telah berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kuno. Akan tetapi, rakyat biasa pun belum dapat menikmatinya. Pendidikan tetap hanya untuk keluarga raja yang nantinya akan memegang pemerintahan. Pada pemerintahan Jayabaya (Kediri) pun, kebudayaan telah mendapat perhatian. Hal ini terbukti adanya kitab Baratayuda yang dikarang Empu Sedah dan diselesaikan oleh Empu Panuluh.
Kitab-kitab tersebut di atas sudah menunjukkan corak kebudayaan Jawa, dengan huruf dan bahasa Jawa Kuno tidak dipengaruhi oleh agama Hindu atau Buddha dan menurut ajaran-ajaran moral. Pemakaian istilah "Empu" kiranya hal itu dapat ditafsirkan bahwa pada waktu itu telah ada pendidikan semacam perguruan tinggi. Empu adalah ahli filsafat.
*
B. Pendidikan Masa Majapahit
Kerajaan Majapahit sempat menjadi negara besar. Seluruh daerah Nusantara yang menjadii wilayahnya mengalami kemajuan di hampir semua bidang. Bidang pemerintahan, ekonomi, kebudayaan dan pendidikan sangat diperhatikan.
Dalam Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
a. Pada waktu Hayam Wuruk sempat mengelilingi wilayahnya, ia berkenan tinggal di asrama-asrama tempat para Brahmana, putra-putra raja mendapat pendidikan.
b. Ilmu pengetahuan dipegang seluruhnya oleh para Brahmana dan para tapabrata.
Disebutkan, nama seorang guru, yaitu pada-paduka adalah seorang tapabrata, yang suci, susila. Kemudian, seorang srawaka, seorang yang tiada cacat, ahli ilmu pengetahuan para guru adalah ahli agama, ahli filsafat, dan sastrawan candi-candi, asrama, dan biara merupakan pusat-pusat pendidikan, pengetahuan, dan peradaban.
d. Di tempat-tempat pendidikan dilengkapi dengan perpustakaan (Sana Pustaka) (Soemanto dan Soeyarno, 1983: 27-28).
*
Di dalam perkembangannya, kemudian kebudayaan Hindu telah membaur dengan unsur-unsur Indonesia asli dan memberikan ciri-ciri serta coraknya yang khas. Sampai jatuhnya kerajaan Hindu terakhir di Indonesia, yaitu Majapahit pada akhirnya abad ke-15, ilmu pengetahuan berkembang terus, khususnya di bidang sastra, bahasa, ilmu pemerintahan, tatanegara, dan hukum. Kerajaan-kerajaan Hindu, seperti: Kaling, Medang, Mataram, Kediri, Singosari, dan Majapahit melahirkan empu-empu dan pujangga-pujangga yang menghasilkan karya bermutu tinggi. Selain karya seni bangunan dan seni pahat dalam kerangka arsitektur yang menakjubkan, juga menghasilkan penjabaran ilmiah dalam bidang dogmatik, filosofi, sastra, dan bahasa.
*
Karya-karya peninggalan zaman Hindu yang terkenal di antaranya:
1. Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa (Kediri 1019).
2. Bharata Yudha karya Empu Sedah (Kediri 1157).
3. Hariwangsa karya Empu Panuluh (Kediri 1125).
4. Gatotkacasraya karya Empu Panuluh (Kediri 1125).
5. Smaradhahana karya Empu Dharmaja (Kediri 1125).
6. Negara Kertagama (Sejarah Pembetukan Negara) karya Empu Prapanca (Kanakamuni), sementara itu karya-karya lainnya adalah: Tahun Saka, Lambang, Parwasagara, Bhismacaranantya, Sugataparwa (Sugataparwawarnnna). Empu Prapanca merupakan keturunan seorang pujangga pula, yaitu pujangga Samenaka, yang juga seorang pembesar urusan agama Buddha yang dipilih oleh sang raja saat itu (Rajasanagara) (Majapahit 1331-1389).
7. Arjunawijaya karya Empu Tantular (Majapahit 1331-1389).
8. Sutasoma karya Empu Tantular (Majapahit 1331-1389).
9. Pararaton yang merupakan karya sejarah sejak berdirinya Kediri sampai jatuhnya Majapahit.
*
Kesimpulan dari pendidikan di zaman kerajaan Hindu-Buddha, terutama berkaitan dengan institusi pendidikannya, yaitu "padepokan". Padepokan sering dikaitkan dengan riwayat dan perjalanan serta peradaban agama Hindu, Buddha, dan agama lokal, terutama agama di Jawa. Padepokan merupakan tempat menggembleng, melatih kanuragan, melatih bela diri, melatih ilmu pemerintahan, melatih ilmu kebudayaan, dan kesenian, bermasyarakat, dan mengatur pola hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Padepokan dapat didirikan oleh negara, dalam hal ini kerajaan, yang tujuan jelas untuk mempersiapkan kader yang kelak ikut dalam birokrasi kerajaan tersebut.
Kesimpulan yang lain yaitu tentang pendidikan pada masa itu diarahkan pada kesempurnaan pribadi (terutama lapisan atas) dalam hal agama, kekebalan dan kekuatan fisik, ketrampilan dan keprigelan dalam memainkan senjata tajam dan menunggang kuda. Sedangkan bagi rakyat jelata atau lapisan bawah, relatif belu mengenyam pendidikan.
Syiwaisme dari Hinduisme dan Budhisme sebagai dua agama yang berbeda. Indonesia tampak pertumbuhannya secara berdampingan dengan mesra serta tampak adanya kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan untuk mempersatukan figur Syiwa dengan Buddha sebagai satu sumber yang maha-tinggi. Semboyan negara kita, Bhineka Tunggal Ika, adalaj perwujudan sinkretisme tersebut, sebagai salah satu bait dari syyair Sutasuma karangan Empu Tantular dari zaman Majapahit. Syiwa dan Buddha adalah dewa-dewa yang diperbedakan (bhinna), tetapi dewa-dewa itu ika, hanya satu (tunggal).
Pada abad-abad terakhir menjelang jatuhnya kerajaan Hindu di Indonesia, sistem pendidikan tidak lagi dijalankan secara besar-besaran seperti sebelumnya. Akan tetapi, dilakukan oleh para ulama guru kepada siswa dalam jumlah terbatas dalam padepokan. Kepada mereka diajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat umum dan religius. Dengan demikian, pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi dipegang oleh kaum ulama atau brahmana.
Namun demikian, pendidikan dan pengajaran tidak dilaksanakan secara formal sehingga tiap siswa dimungkinkan untuk berpindah dari guru yang satu ke guru yang lain dalam meningkatkan atau memperdalam ilmu pengetahuannya. Para bangsawan, kesatria, serta pejabat kerajaan lainnya biasa mengirimkan anak-anaknya kepada ulama atau guru untuk dididik atau ulama atau guru diminta datang ke istana untuk mengajar anak-anak mereka.
Pendidikan di masa itu yang diutamakan adalah pendidikan keagamaan, pemerintahan, strategi perang, ilu kekebalan, serta kemahiran menunggang kuda dan memainkan senjata tajam (Gunawan, 1986: 4-6).
Daftar Pustaka:
Bradjanagara, Sutedjo. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Depdikbud. 1985. Pendidikan Indonesia Dari Zaman Ke Zaman.
Gunawan: Ary H. 1986. Kebijakan-Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Slamet Mulyana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan, Sejarah Kerajaan Majapahit. Yogyakarta: LkiS.
Somanto, Wasty dan F.X. Soeyarno. 1983. Landasan Historis Pendidikan Indonesia. Surabaya. Usaha Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar