Senin, 23 April 2012

ROMUSA di BAYAH, BANTEN SELATAN

Judul Buku : Romusa; Sejarah yang Terlupakan
Penulis : Hendri F. Isnaeni dan Apid
Penerbit : Ombak, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, 2008
Tebal : xi + 157 halaman
Setiap bangsa di muka bumi ini mempunyai sejarahnya masing-masing. Walaupun tidak semua bangsa memiliki catatan tertulis. Melupakan sejarah sama dengan seorang yang menderita ”hilang ingatan”. Mengingat sejarah berarti mengingat siapa kita kemarin dan hari-hari sebelumnya. Sejak manusia ada di muka bumi ini, sejarah sekelompok orang, entah itu kelompok keluarga, kelompok agama atau bangsa, adalah bagian dari identitas kelompok tersebut. Sejarah merupakan petunjuk tentang apa dan siapa manusia itu sebenarnya.
Menyinggung bangsa Indonesia, kita pasti tidak akan pernah menginginkan peristiwa yang terjadi di masa lampau yang dialami oleh rakyat Indonesia terulang kembali di masa sekarang. Sebab walau bagaimanapun sejarah masa lalu kita sangat pedih dan terhina.
Bangsa indonesia merupakan satu dari sekian bangsa yang pernah merasakan pahitnya penderitaan dalam sejarah masa lalunya sebagai bangsa yang dijajah bangsa lain. Cukup lama bangsa Indonesia dijajah, oleh kolonialis Belanda selama tiga abad lebih, kemudian dilanjutkan bangsa Jepang selama 3,5 tahun yang dirasakan lebih kejam dari Belanda.
Bangsa Jepang yang menggantikan kolonialisme Belanda pada tahun 1942 hingga tahun 1945, meninggalkan bekas luka yang menyakitkan pada hati rakyat Indonesia. Mereka bahkan semakin menambah penderitaan yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia setelah sekian lama di perlakukan semena-mena oleh kolonialis sebelumnya.
Sebelum menggantikan kolonialis Belanda di Indonesia, Jepang terlebih dahulu menaklukkan pasukan sekutu (Belanda, Inggris, Australia) khususnya tentara KNIL (Koninklijk Netherlands Indische Leger) yang berkuasa di Indonesia waktu itu. Pemerintah yang berkuasa di Indonesia (Hindia Belanda) menyerahkan kekuasaannya tanpa syarat ke tangan Jepang pada tanggal 8 Mater 1942. Peristiwa tersebut terjadi di rumah sejarah yang terletak di sekitar kawasan pangkalan Angkatan Udara (AU) Kalijati, Subang, Jawa Barat. Dengan penyerahan itu, berakhirlah masa penjajahan Belanda di Indonesia yang sama sekali tidak dipersiapkan untuk menentukan nasibnya sendiri, oleh Belanda dilempar begitu saja kepada kekejaman penguasa Jepang. Dengan demikian secara moril pihak Belanda telah kehilangan haknya di Indonesia.
Pendudukan kemaharajaan Jepang di Indonesia berlangsung tidak begitu lama. Namun, dampaknya sangat besar dalam berbagai aspek kehidupan rakyat Indonesia baik dari aspek politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, pendidikan, birokrasi dan mobilitas sosial serta militer. Dampak tersebut begitu terasa dan menyanyat hati seluruh rakyat dan semuanya itu tidak akan pernah terlupakan dalam catatan sejarah masyarakat Indonesia.
Kehadiran buku ini, Romusa; Sejarah yang Terlupakan mengurai secara khusus dan terperinci tentang pendudukan Jepang di daerah wilayah Banten, tepatnya di Bayah Banten Selatan. Di wilayah ini Jepang dengan kekuasaannya mengeksplotasi sumber daya alam dan sumber daya manusia secara besar-besaran. Pengerahan tenaga kerja secara besar-besaran untuk bekerja paksa (romusa), dalam rangka membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan Jepang berlangsung dari tahun 1942 sampai 1945.
Keberadaan romusa sangatlah pemprihatinkan, karena jaminan makanan, pakaian, kesehatan bahkan jaminan untuk hidup sekalipun tidak ada. Maka tidak mengherankan jika banyak tenaga romusa yang meninggal akibat kekurangan makan dan diserang oleh berbagai wabah penyakit.
Tapi, sampai sekarang sejarah romusa yang terjadi dipertambangan batu bara Bayah Banten Selatan seolah dilupakan atau mungkin sengaja dilupakan, mungkinkah ini disebabkan karena dianggap sebagai sejarah hina dan tidak pantas dijadikan sebagai catatan sejarah bangsa. Atau mungkin saja ada unsur politik dari oknum tertentu sehingga romusa ini keberadaannya ditutup-tutupi. Kalau hal itu benar maka kita telah melakukan suatu kesalahan dengan cara melupakan sebuah sejarah. Padahal, seperti yang telah dikemukakan di atas, melupakan sejarah berarti sama dengan menderita ”hilang ingatan”. Kenapa sejarah romusa terkesan dilupakan?
Sejarah romusa telah lama berlalu. Cerita dari mulut ke mulut mulai memudar, seiring gugurnya satu persatu romusa yang ketika hidupnya bersemangat menceritakan perngalamannya kepada siapapun yang ingin pengetahuannya. Bukan belas kasihan dan sumbangan yang diharapkannya. Tetapi, ceritanya di masa lalu selalu ada benang merah dengan masa kini yang dapat menunjukkan jalan terbaik di masa yang akan datang.
Kini jejak-jejak kekejaman yang menewaskan ribuan rakyat Indonesia itu mulai terhapus oleh sikap acuh tak acuh generasi penerus negeri ini. Sejarah romusa di pertambangan Bayah, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten Selatan, kini terancam hilang dari kenangan. Satu-satunya apresiasi terhadap kegetiran para romusa itu hanyalah berupa tonggak menumen bersisi empat dengan tinggi sekitar tiga meter. Bangunan yang dibangun tahun 1946 untuk mengenang ribuan romusa yang tewas pada masa pendudukan Jepang itu mulai rapuh tak terurus. Peninggalan-peninggalan romusa nyaris tak bersisa seperti lokasi stasiun, tempat parkir berbagai lokomotif kereta api yang terelakkan di kawasan pantai Pulau Manuk. Bekas stasiun itu hanya menyisakan pal-lal pondasi yang penuh rumput dan tanaman liar. Tidak jauh dari tempat itu, kuburan para romusa malah tidak ada lagi tanda-tandanya (hal.59).
Andaikata semua itu masih terawat, niscaya bisa saja dijadikan obyek wisata sejarah, melengkapi wisata pantai yang membentang di pesisir Banten Selatan. Sehingga keindahan panorama pantai ditambah bangunan-bangunan sejarah akan memancing para pendatang untuk mengenal lebih dekat dan memahami sejarah perjalanan negeri ini. Selain terkenal dengan sejarah romusa, Bayah juga tercatat dalam buku sejarah sebagai tempat persembunyian tokoh Tan Malaka. Di Banten Selatan itu, ia sempat juga mengorganisir para romusa membentuk perkumpulan.
Saat penjajahan Jepang, Bayah dikenal sebagai penghasil utama batu bara, yang digunakan untuk bahan bakar kereta api, kapal laut, dan pabrik. Penambangan batu bara, antara lain dengan pembuatan lubang-lubang tambang batu bara di Gunung Madur serta pembuatan rel kereta api Bayah-Seketi untuk mengangkut batu bara, diperkirakan memakan korban 93.000 lebih romusa dalam pembangunannya. Sebagian besar romusa itu didatangkan dari Jawa Tengah, seperti Purwokerto, Kutoarjo, Solo, Purwodadi, Semarang, Yogyakarta dan lain-lain (hal.89).
Sejarah romusa di Bayah merupakan potensi wisata sejarah yang diabaikan. Potensi itu sebenarnya akan melengkapi potensi wisata pantai selatan dan wisata ke gua-gua alam. Namun, semua potensi tersebut kurang digarap sehingga terkesan merana. Yang memprihatinkan, masyarakat Banten Selatan sendiri, khususnya masyarakat di pertambangan Bayah. Padahal sejarah ini adalah sejarah lokal yang berskala nasional bahkan internasional.
Buku ini menciptakan kesadaran bersejarah, karena sejarah romusa ini bisa memberikan suplemen sejarah lokal pada masyarakat Indonesia. Usaha yang telah dilakukan oleh Hendri F. Isnaeni dan Apid melengkapi pengetahuan kita tentang sejarah yang terjadi di Indonesia pada masa penjajahan Jepang. Juga mengajak masyarakat untuk menciptakan rasa cinta terhadap peninggalan-peninggalan sejarah sebagai bagian yang utuh dan tak terpisahkan dalam perjalanan sejarah bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar